Lingkanews.com | Banda Aceh — Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, kembali menegaskan pentingnya rekonsiliasi nasional saat tampil sebagai pembicara dalam diskusi panel St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 di Rusia. Di hadapan para pemimpin dunia, ia menyinggung hubungan masa lalunya dengan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf—yang dikenal luas sebagai Mualem.
Dalam sesi tanya jawab, moderator forum menanyakan bagaimana Indonesia menghadapi tantangan rekonsiliasi pascakonflik. Prabowo pun mengangkat kisah pribadinya dengan Mualem, yang dulunya berseberangan secara ideologi dan militer. Saat konflik berkecamuk di Aceh, Prabowo memimpin operasi militer, sementara Mualem berdiri di barisan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sebagai panglima.
“Pemberontakan separatis di Aceh berlangsung hampir 30 tahun. Namun bayangkan, kini mantan Panglima GAM justru bergabung dengan partai saya. Ia menjabat sebagai Gubernur Aceh, dan saya sebagai Presiden Indonesia. Ini bukti bahwa rekonsiliasi sejati bisa terwujud,” ujar Prabowo, Jumat (20/6), di St. Petersburg.
Dari Konflik ke Kolaborasi: Prabowo dan Mualem Saling Merangkul demi Masa Depan
Prabowo tidak hanya menyampaikan fakta sejarah. Ia juga menggambarkan bagaimana proses damai berjalan dengan keterbukaan dan kesediaan kedua pihak untuk meletakkan senjata, duduk bersama, dan membangun kembali kepercayaan.
Menurutnya, persatuan yang ia jalin bersama Mualem menjadi simbol bahwa bangsa Indonesia mampu mengatasi luka lama. Meski dahulu berhadapan di medan konflik, mereka kini berdiri di jalur politik yang sama dan berjuang demi kepentingan rakyat.
“Saya sebagai mantan prajurit sangat memahami arti konflik. Karena itu, saya selalu memilih jalur dialog. Negosiasi, negosiasi, negosiasi. Lebih baik bicara daripada saling membunuh,” tegas Prabowo.
Dengan nada tegas namun penuh refleksi, ia menyampaikan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang berani mengakui masa lalu, tetapi juga berani memperbaiki masa depan. Rekonsiliasi bukan tanda kelemahan, melainkan kekuatan moral.
Mualem Jadi Simbol Rekonsiliasi: Dari Separatis ke Pemimpin Daerah
Kisah transformasi Mualem menarik perhatian banyak pihak, baik dalam negeri maupun luar negeri. Prabowo menilai keterlibatan Mualem dalam sistem pemerintahan bukan sekadar simbol, tetapi bukti konkret bahwa negara memberi ruang untuk semua anak bangsa berkontribusi, tanpa melihat latar belakang konflik.
Ia menegaskan bahwa langkah politik Mualem menunjukkan Aceh telah menempuh jalan damai secara menyeluruh. Bahkan, hubungan mereka saat ini telah berkembang menjadi kerja sama strategis, khususnya dalam membangun perdamaian dan kesejahteraan di wilayah ujung barat Indonesia tersebut.
Lebih lanjut, Prabowo juga menyampaikan harapannya agar keberhasilan rekonsiliasi di Aceh bisa menjadi inspirasi bagi wilayah-wilayah lain di dunia yang tengah mengalami konflik serupa.
“Rekonsiliasi yang kami jalani di Indonesia harus menjadi pelajaran global. Kami tidak sempurna, tetapi kami terus berusaha. Kunci utamanya adalah keinginan untuk mendengar satu sama lain,” tambahnya.
Dunia Menyoroti Rekonsiliasi Indonesia Sebagai Model Perdamaian
Pernyataan Prabowo di forum SPIEF 2025 mendapat respons positif dari peserta internasional. Banyak diplomat dan pengamat politik mengapresiasi langkah Indonesia dalam membangun rekonsiliasi yang melibatkan semua pihak, termasuk mantan kelompok separatis.
Forum yang berlangsung di Rusia itu mengangkat tema besar: “Stabilitas Global dan Masa Depan Ekonomi Dunia.” Indonesia, dengan pengalamannya meredakan konflik internal tanpa intervensi luar, dinilai berhasil menampilkan diri sebagai negara demokratis yang mampu menyelesaikan perbedaan secara damai.
Dalam kesimpulannya, Prabowo kembali menegaskan bahwa rekonsiliasi bukan sekadar narasi, tetapi langkah nyata yang membutuhkan keberanian, kepercayaan, dan komitmen bersama.
“Saya berdiri di sini bukan hanya sebagai presiden. Saya berdiri sebagai seorang anak bangsa yang percaya bahwa musuh lama bisa menjadi saudara jika kita membuka hati,” pungkasnya.