Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) semakin mudah diakses oleh siapa saja, termasuk anak-anak dan remaja. Aplikasi berbasis AI seperti chatbot, generator gambar, hingga deepfake kini dapat digunakan hanya dengan sekali klik. Namun, kemudahan ini ternyata menyimpan potensi risiko besar, khususnya bagi pengguna di bawah usia 18 tahun.
1. Anak Belum Siap Secara Mental dan Emosional
Anak-anak dan remaja masih berada dalam tahap perkembangan kognitif dan emosional. Mereka belum memiliki kemampuan penalaran yang matang untuk menyaring informasi, mengenali risiko digital, dan memahami konsekuensi dari tindakan yang mereka ambil saat menggunakan teknologi seperti AI.
2. Mengikis Kemampuan Berpikir Kritis
Banyak anak yang mulai menggunakan AI untuk mengerjakan tugas sekolah atau menjawab soal ujian. Kebiasaan ini secara tidak langsung menurunkan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan berkreasi. Ketergantungan pada AI bisa membuat mereka malas berpikir sendiri.
3. Terpapar Konten Tak Pantas
Aplikasi AI generatif belum memiliki penyaringan konten yang benar-benar aman. Anak-anak bisa saja secara tidak sengaja mendapatkan gambar, teks, atau video berisi kekerasan, pornografi, atau ideologi ekstrem. Ini bisa berdampak buruk terhadap perkembangan psikologis mereka.
4. Risiko Privasi dan Data Pribadi
Anak-anak cenderung tidak memahami pentingnya menjaga data pribadi. Mereka bisa dengan mudah memberikan nama, alamat, nomor sekolah, atau bahkan foto ke platform AI. Padahal, data ini bisa disimpan dan disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
5. Penyalahgunaan Teknologi
AI membuka peluang untuk menciptakan konten manipulatif, seperti suara tiruan, gambar palsu, atau bahkan menyamar sebagai orang lain. Anak-anak yang penasaran bisa tertarik membuat konten semacam ini tanpa memahami bahwa hal tersebut bisa melanggar hukum dan etika.
6. Menguatkan Bias dan Stereotip
AI bekerja berdasarkan data yang tersedia di internet. Sayangnya, banyak dari data tersebut mengandung bias rasial, gender, atau budaya. Tanpa pendampingan, anak-anak bisa menyerap bias ini sebagai kebenaran dan membentuk pola pikir yang salah sejak dini.
7. Belum Ada Regulasi Spesifik di Indonesia
Hingga kini, Indonesia belum memiliki regulasi khusus terkait pembatasan akses AI bagi anak-anak. Ini membuat peran orang tua, sekolah, dan lembaga pendidikan menjadi sangat penting dalam mengawasi penggunaan teknologi oleh anak di bawah umur.
8. Negara Lain Sudah Bertindak
Beberapa negara seperti Inggris dan Jepang mulai memberlakukan pembatasan penggunaan AI oleh anak-anak. Mereka mendorong perusahaan teknologi untuk menyediakan “kids mode” atau kontrol orang tua, dan bahkan melarang penggunaan AI di sekolah tanpa pengawasan.
9. Pentingnya Literasi Digital
Anak-anak harus dibekali dengan pemahaman tentang apa itu AI, bagaimana cara kerjanya, dan apa risikonya. Literasi digital yang kuat bisa menjadi benteng pertama dalam melindungi generasi muda dari penyalahgunaan teknologi.
10. Peran Orang Tua Sangat Vital
Orang tua tidak cukup hanya membatasi, tapi juga harus berdialog dengan anak. Menjelaskan manfaat dan bahaya AI, serta menanamkan etika penggunaan teknologi sejak dini akan membantu anak lebih bijak dan bertanggung jawab.
11. Sekolah Juga Harus Aktif
Institusi pendidikan dapat memasukkan topik tentang AI dan etika digital ke dalam kurikulum. Selain itu, guru harus mampu mengidentifikasi tanda-tanda penyalahgunaan AI oleh siswa dan memberikan pendampingan yang tepat.
12. Pengembang AI Perlu Tanggung Jawab
Penyedia platform AI juga perlu ikut menjaga keamanan anak dengan menyertakan sistem penyaringan konten, pembatasan usia, dan fitur kontrol orang tua. Mereka juga perlu transparan terkait penggunaan data pengguna, termasuk anak-anak.
13. Menghindari Ketimpangan Sosial Digital
Penggunaan AI yang tidak terkontrol juga dapat memperparah ketimpangan. Anak-anak dari keluarga yang tidak melek teknologi lebih rentan dieksploitasi atau disesatkan oleh konten AI. Pemerataan edukasi digital harus menjadi prioritas.
14. Etika dan Moral Perlu Ditekankan
Selain kecanggihan teknologi, anak-anak juga perlu ditanamkan nilai moral. AI hanyalah alat, dan bagaimana alat itu digunakan sangat tergantung pada integritas penggunanya. Maka pendidikan karakter tidak boleh diabaikan dalam era digital.
15. Kolaborasi Semua Pihak
Perlindungan anak dari bahaya AI tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Pemerintah, pengembang teknologi, sekolah, dan orang tua harus bekerja sama dalam menciptakan lingkungan digital yang aman, sehat, dan mendidik bagi generasi muda.