2 Dekade Perdamaian Aceh, Gubernur Mualem: Masa Perdamaian Terpanjang di Dunia
Lingkanews.com | Banda Aceh — Aceh memperingati dua dekade perdamaian yang terjalin antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang ditandatangani di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005. Gubernur Aceh Muzakir Manaf menyebut masa damai ini sebagai perdamaian terpanjang di dunia dan menegaskan bahwa capaian ini layak menjadi kebanggaan seluruh rakyat Aceh.
Mualem: Perdamaian Aceh Adalah Rekor Dunia
Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem membuka sambutannya dengan mengajak semua pihak mengingat kembali proses panjang menuju perdamaian. Ia menegaskan, capaian 20 tahun tanpa konflik bersenjata ini menandai keberhasilan diplomasi dan komitmen rakyat Aceh menjaga ketenteraman. Menurutnya, sejarah telah membuktikan bahwa kesabaran dan konsistensi menjadi kunci utama menjaga situasi kondusif.
Ia menjelaskan bahwa perdamaian Aceh telah melampaui usia banyak perjanjian damai di dunia yang berakhir singkat. Sebagai perbandingan, ia menyebut perdamaian India–Kashmir, Thailand–Pattani, dan Filipina–Moro yang hanya berlangsung dalam hitungan tahun sebelum konflik kembali memanas. Ia menilai hal ini membuktikan bahwa rakyat Aceh memiliki kesadaran kolektif yang kuat untuk menghindari pertumpahan darah.
Perjanjian Belum Tuntas, Namun Perdamaian Tetap Terjaga
Mualem mengakui bahwa sebagian besar butir perjanjian Helsinki belum terlaksana. Namun, ia menegaskan bahwa para kombatan GAM tidak pernah mengabaikan komitmen menjaga perdamaian. Ia menyampaikan bahwa dari keseluruhan poin yang disepakati, baru sekitar 30 persen yang terealisasi, termasuk pengadaan lahan dan program pemberdayaan mantan kombatan.
Ia menyoroti kendala utama, yaitu pergantian pejabat di tingkat kementerian yang menghambat kelanjutan pembahasan. Menurutnya, setiap kali terjadi pergantian Menteri Pertanahan, pihaknya harus mengulang penjelasan dari awal. Untuk mengatasi hal ini, ia berencana menghadap langsung Presiden Prabowo Subianto dan menyampaikan usulan, termasuk opsi dana abadi bagi mantan kombatan jika pengadaan lahan membutuhkan waktu lama.
Wali Nanggroe: Perdamaian Harus Menghadirkan Kesejahteraan
Wali Nanggroe Aceh Tgk Malik Mahmud Al-haytar dalam sambutannya menegaskan bahwa perdamaian harus berujung pada kesejahteraan. Ia mendorong Pemerintah Aceh, baik eksekutif maupun legislatif, untuk bekerja dengan transparan, terbuka, dan bertanggung jawab kepada rakyat. Menurutnya, kepemimpinan yang bersih dan berorientasi pada rakyat akan menjaga keberlanjutan perdamaian.
Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk memperkuat semangat kolektif demi membangun Aceh yang berdaulat dalam damai. Ia menekankan bahwa kemakmuran tidak akan hadir jika masyarakat masih terjebak pada konflik internal atau ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Oleh karena itu, ia meminta semua pihak untuk mengutamakan dialog dan musyawarah dalam menyelesaikan perbedaan.
Puncak Peringatan dan Kehadiran Tokoh Penting
Puncak peringatan dua dekade Hari Damai Aceh berlangsung meriah di pelataran Balai Meuseuraya Aceh. Gubernur, Wali Nanggroe, dan unsur Forkopimda Aceh bersama-sama melepas puluhan merpati putih sebagai simbol persatuan dan harapan untuk masa depan yang lebih baik. Acara ini juga menampilkan kesenian tradisional Aceh sebagai pengingat bahwa budaya menjadi bagian penting dari perdamaian.
Sejumlah tokoh penting hadir dalam peringatan ini, termasuk Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah, Plt Sekda M Nasir, Kapolda Aceh Irjen Pol Achmad Kartiko, Pangdam IM Mayjen TNI Niko Fahrizal, dan Ketua TP PKK Marlina Usman. Kehadiran para mantan Gubernur Aceh, perwakilan NGO, LSM, serta tokoh masyarakat memperkuat pesan bahwa perdamaian adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah.