Aceh Perkuat Layanan Perlindungan Anak lewat Pelatihan Fasilitator Lokal

Lingkanews.comBanda Aceh — Pemerintah Aceh terus berkomitmen memperkuat perlindungan perempuan dan anak. Salah satunya dengan menggelar pelatihan intensif untuk Tim Asistensi Teknis (TA) Standar Layanan Perlindungan Anak. Kegiatan berlangsung selama tiga hari, 2–4 Juli 2025, di Hotel Hip-Hop, Banda Aceh.

Pelatihan ini terselenggara atas kerja sama antara Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Aceh, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, dan UNICEF.

Fokus pada Penguatan Kapasitas dan Respons Layanan

Sebanyak 20 peserta terlibat aktif. Mereka berasal dari unsur pemerintah provinsi, kabupaten/kota, UPTD PPA, hingga organisasi masyarakat sipil. Seluruh peserta dibekali keterampilan teknis, kepemimpinan, dan strategi pendampingan berbasis hak anak.

Andi Yoga Utama, Kepala Kantor UNICEF Aceh, menegaskan pentingnya pelatihan ini. Menurutnya, fasilitator lokal perlu memahami konteks daerah dan mampu memimpin perbaikan layanan di lapangan.

“Ini bukan sekadar pelatihan teknis. Ini langkah awal membangun ekosistem perlindungan anak yang berpihak pada korban dan responsif terhadap kasus,” tegas Andi.

Para fasilitator dilatih agar dapat mendampingi UPTD PPA secara langsung. Mereka juga akan berperan sebagai mentor dalam proses evaluasi layanan ke depan.

Tangani Lonjakan Kasus dengan Layanan Terpadu

Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak DP3A Aceh, Amrina Habibi, menyampaikan bahwa peningkatan kualitas SDM menjadi prioritas utama. Ia menilai koordinasi antara lembaga pemerintah dan masyarakat sipil mutlak diperlukan.

“Kami ingin layanan pemerintah tetap berada di jalur yang benar. Sementara itu, masyarakat sipil harus memperkuat sistem dengan pengawasan dan inovasi,” ujar Amrina.

Data Statistik Gender dan Anak Provinsi Aceh Tahun 2024 menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Sepanjang 2023, UPTD PPA menangani 1.098 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Bentuk kekerasan seksual tercatat paling dominan.

Kondisi tersebut menuntut respons yang cepat, sistematis, dan berbasis korban. Pelatihan ini menjadi langkah strategis untuk memastikan penanganan tidak hanya reaktif, tetapi juga preventif dan transformatif.

Lanjutkan Program ke Wilayah Prioritas

UNICEF dan DP3A menetapkan empat wilayah prioritas sebagai lokasi penerapan awal hasil pelatihan, yaitu Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Timur, dan Aceh Barat. Seluruh peserta akan menjalankan program coaching dan mentoring secara langsung di wilayah masing-masing.

Tujuannya adalah memastikan transfer pengetahuan dan transformasi nyata dalam layanan. Setiap peserta diminta menyusun rencana aksi bersama UPTD PPA, lalu mengevaluasi perubahan yang terjadi pasca pelatihan.

UNICEF mengingatkan bahwa perlindungan anak tak cukup hanya pada tataran penanganan kasus. Layanan harus memiliki struktur organisasi jelas, jalur koordinasi yang efisien, serta tenaga kerja yang berintegritas dan terlatih.

“Sistem yang berjalan butuh orang-orang yang mengerti peran, tugas, dan dampaknya bagi masa depan anak-anak,” tambah Andi.

Kolaborasi Jadi Kunci Perubahan

Pemerintah Aceh menaruh harapan besar pada pelatihan ini. DP3A menilai fasilitator yang terlatih mampu menciptakan sistem layanan yang inklusif, transparan, dan berpihak kepada korban. Mereka juga berperan mengawal agar praktik kekerasan tak lagi terjadi tanpa penanganan yang memadai.

Di sisi lain, LBH Banda Aceh berkomitmen mendukung penguatan layanan berbasis komunitas. Mereka akan menjadi mitra strategis dalam memastikan perlindungan hukum bagi korban kekerasan anak dan perempuan.

Pelatihan ini menandai babak baru sistem perlindungan anak di Aceh. Kolaborasi antarpemangku kepentingan diharapkan terus terjalin. Pemerintah daerah, lembaga hukum, masyarakat sipil, hingga lembaga internasional perlu bersinergi dalam memperkuat layanan perlindungan yang tangguh dan berkelanjutan.

Berikan Komentar
error: Content is protected !!