MaTA Sebut Pengadaan Mobil Dinas Rp3 Miliar oleh Pemko Banda Aceh sebagai Pemborosan

Lingkanews.com | Banda Aceh — Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menilai kebijakan Pemerintah Kota (Pemko) Banda Aceh yang mengalokasikan anggaran Rp3 miliar untuk pengadaan mobil dinas Wali Kota masuk kategori pemborosan. Menurut MaTA, kebijakan itu tidak selaras dengan kondisi ekonomi masyarakat yang sedang sulit.

Kritik tersebut disampaikan Koordinator MaTA, Alfian, pada Selasa (9/9/2025). Ia menegaskan bahwa Pemko Banda Aceh seharusnya lebih peka terhadap kondisi masyarakat, bukan justru menambah beban dengan penggunaan anggaran yang tidak menyentuh kepentingan publik.

Kritik atas Pengadaan Mobil Dinas

Alfian menilai keputusan membeli mobil dinas mewah sangat ironis. Ia menegaskan, masyarakat Banda Aceh tengah menghadapi tekanan ekonomi, sementara pejabat justru menikmati fasilitas mewah dari uang pajak rakyat.

Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto sudah memberikan instruksi jelas agar pejabat melakukan efisiensi anggaran. Namun, Pemko Banda Aceh justru mengabaikan arahan tersebut. Ia menilai kebijakan ini menunjukkan Pemko gagal menempatkan skala prioritas, terutama ketika kondisi fiskal daerah kacau.

Efisiensi yang Tidak Menyentuh Pejabat

MaTA menyebut efisiensi anggaran hanya berlaku bagi masyarakat kecil. Pemko justru memangkas kebutuhan publik, tetapi tetap melanggengkan fasilitas mewah untuk pejabat eksekutif dan legislatif.

Alfian menegaskan bahwa pola ini tidak adil. Ia meminta agar pejabat tidak menganggap pajak rakyat sebagai sumber pembiayaan gaya hidup mewah. Sebaliknya, pejabat harus menunjukkan teladan dengan hidup sederhana dan mengutamakan kepentingan warga.

Sorotan Terhadap Anggaran Media Sosial

Selain pengadaan mobil dinas, MaTA juga menyoroti alokasi anggaran Rp679 juta untuk pengelolaan konten media sosial Pemko Banda Aceh. Alfian menyebut kebijakan ini lebih mengarah pada pembentukan industri buzzer ketimbang meningkatkan transparansi informasi.

Ia menilai langkah itu tidak memiliki urgensi di tengah kondisi masyarakat yang kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Menurutnya, warga membutuhkan solusi nyata atas masalah ekonomi, bukan suguhan berita pencitraan yang belum tentu benar.

Pajak Rakyat dan Kesejahteraan Warga

Alfian mengingatkan bahwa Pemko Banda Aceh kini gencar menekan warga untuk membayar pajak, bahkan hingga ke tingkat gampong. Namun, hasil pajak tersebut justru dipakai untuk fasilitas mewah dan pencitraan pejabat.

Ia menegaskan bahwa kebijakan ini sangat tidak adil. Menurutnya, warga justru seperti dijadikan sapi perahan yang terus diminta membayar pajak, tetapi tidak menikmati hasilnya. Hal ini, katanya, menciptakan jurang antara pemerintah dan masyarakat.

Tuntutan kepada DPRK Banda Aceh

MaTA juga mendesak 30 anggota DPRK Banda Aceh agar lebih peka dalam pengesahan anggaran. Alfian menilai para anggota dewan turut menjadi penikmat fasilitas dari pajak rakyat, tetapi minim kontribusi untuk memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat.

Ia meminta DPRK tidak hanya menjadi stempel kebijakan eksekutif. Sebaliknya, dewan harus kritis dan berani menolak anggaran yang tidak berpihak pada rakyat. Dengan cara itu, DPRK dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat yang kini terus menurun.

Ajakan untuk Masyarakat Kritis

Di akhir pernyataannya, Alfian mengajak masyarakat Kota Banda Aceh untuk bersikap kritis terhadap kebijakan pemerintah daerah. Ia menilai kritik publik sangat penting agar pejabat tidak seenaknya mengelola anggaran tanpa memperhatikan kebutuhan rakyat.

“Jika warga tidak bersuara, kondisi ini akan terus berlangsung. Kita akan terus diperlakukan hanya sebagai sumber pajak, tanpa merasakan manfaat nyata,” ujarnya menegaskan.

Berikan Komentar
error: Content is protected !!