Dari Limbah Jadi Berkah: Aceh Luncurkan Blueprint Industri Pengelolaan Medis B3

Lingkanews.com | Banda Aceh — Pemerintah Aceh resmi meluncurkan blueprint sentralisasi industri pengelolaan limbah medis B3. Agenda bersejarah itu berlangsung Senin, 29 September 2025 pukul 10.00 WIB di Ruang Potda 2 lantai 3 Setda Aceh.

Momentum ini dipimpin Plt. Asisten I Sekda Aceh Drs. Syakir, M.Si. Ia hadir bersama Penasehat Gubernur Bidang Investasi dan Hubungan Luar Negeri, T. Emi Syamsyumi alias Abu Salam, serta jajaran SKPA. Kehadiran Bank Aceh menegaskan dukungan sektor keuangan terhadap langkah strategis tersebut.

Langkah ini membuktikan bahwa Pemerintah Aceh berkomitmen menjalankan visi Gubernur H. Muzakir Manaf (Mualem): Aceh Islami, Maju, Bermartabat, dan Berkelanjutan.

Potensi Ekonomi Rp40,9 Miliar per Tahun

Data riset terbaru menunjukkan 68 rumah sakit di Aceh menghasilkan limbah medis B3 rata-rata 2.244 kilogram per hari atau 819.060 kilogram per tahun. Dengan tarif pengolahan Rp50 ribu per kilogram, nilai ekonominya mencapai Rp40,9 miliar per tahun.

“Angka ini setara dengan 0,168 persen dari total PAD Aceh tahun 2024 yang tercatat Rp24,3 triliun. Artinya, sektor yang selama ini dianggap beban justru bisa menjadi lokomotif baru keuangan daerah,” ujar Syakir.

Selain itu, peluang investasi terbuka lebar bagi pelaku usaha yang ingin berkontribusi dalam pengelolaan limbah medis. Sektor ini tidak hanya menghasilkan keuntungan finansial, tetapi juga menciptakan manfaat lingkungan yang berkelanjutan.

Efisiensi Anggaran dan Kedaulatan Ekonomi

Selama ini, rumah sakit di Aceh mengirim limbah medis ke Medan atau bahkan Pulau Jawa untuk dimusnahkan. Kondisi tersebut menelan biaya angkut sekitar Rp4,1 miliar per tahun. Akibatnya, uang rakyat Aceh justru mengalir keluar daerah.

“Ini bukan hanya soal efisiensi, tapi juga soal kedaulatan ekonomi. Kita tidak bisa terus bergantung pada Sumut,” tegas salah seorang pejabat SKPA.

Dengan hadirnya fasilitas pengelolaan limbah di Aceh, pemerintah dapat menekan biaya transportasi. Bahkan, dana efisiensi bisa dialihkan untuk memperkuat layanan Jaminan Kesehatan Aceh (JKA).

Mandat Abu Salam dan Jejaring Global

Mualem memberi mandat langsung kepada Abu Salam untuk memimpin diplomasi investasi. Sosok Ketua KPA Luwa Nanggroe itu bukan hanya simbol politik, melainkan juga diplomat berpengalaman. Ia sudah lama membangun jejaring global, mulai dari negosiasi dengan Petronas hingga fasilitasi sistem pembayaran digital Bank Aceh Syariah.

“Mandat ini menuntut komitmen, bukan sekadar wacana. Kita ingin Aceh berdiri sejajar sebagai pionir pengelolaan limbah medis di kawasan barat Indonesia,” kata Abu Salam.

Terlebih lagi, kehadiran Abu Salam memperkuat keyakinan publik bahwa proyek ini dapat berjalan cepat dan profesional.

Pasar Nasional Bernilai Triliunan

Industri pengelolaan limbah medis di Indonesia diperkirakan bernilai Rp22,1 triliun per tahun dengan pertumbuhan 6 persen. Namun, saat ini hanya ada enam pengolah resmi, lima di antaranya berada di Pulau Jawa. Kondisi itu membuka ruang besar bagi Aceh untuk masuk pasar nasional.

Mualem menegaskan bahwa pembangunan hazardous waste facility skala provinsi akan menjawab kebutuhan tersebut. Ia menilai Aceh harus menciptakan kemandirian daerah sekaligus memperkuat posisi sebagai pemain utama industri ramah lingkungan.

Paradigma Baru: Limbah Jadi Modal

Senin pagi ini tidak hanya menjadi catatan rapat birokrasi. Dari ruang Potda, Pemerintah Aceh menyampaikan paradigma baru: limbah bukan lagi musibah, melainkan modal pembangunan.

Mualem meletakkan fondasi, Abu Salam menggerakkan diplomasi, dan SKPA menyiapkan instrumen birokrasi. Dengan demikian, semua pihak bergerak dalam satu irama untuk menjadikan limbah medis sebagai berkah ekonomi, sosial, dan kesehatan bagi rakyat Aceh.

Berikan Komentar
error: Content is protected !!