Pansus HGU DPRK Aceh Utara Temukan Sengketa Lahan Antara Perusahaan dan Petani

Pansus HGU DPRK Aceh Utara saat meninjau di area perkebunan sawit PT Satya Agung di Kecamatan Geureudong Pase, Aceh Utara, Selasa (23/9/2025).

Lingkanews.com | Lhoksukon — Panitia Khusus (Pansus) Hak Guna Usaha (HGU) Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Utara menemukan sejumlah persoalan serius terkait kepemilikan dan pemanfaatan lahan perkebunan. Pansus mencatat adanya sengketa antara empat perusahaan pemegang HGU dengan para petani yang mengklaim tanah tersebut sebagai lahan garapan mereka.

Temuan ini muncul setelah Pansus melakukan serangkaian kunjungan lapangan ke sejumlah kecamatan di Aceh Utara. Konflik lahan yang berlangsung bertahun-tahun itu kini mendapat perhatian serius DPRK untuk dicarikan solusi yang adil dan berimbang.

Empat Perusahaan Terlibat Sengketa Lahan

Ketua Pansus HGU DPRK Aceh Utara, Tajuddin, menjelaskan bahwa empat perusahaan teridentifikasi memiliki konflik lahan dengan masyarakat. Keempat perusahaan tersebut adalah PT Perkebunan Nusantara IV Regional 6 di Kecamatan Cot Girek, PT Bapco di Kecamatan Paya Bakong, PT Satya Agung di Kecamatan Geureudong Pase, dan PT Blang Kolam Company di Kecamatan Kuta Makmur.

Menurut Tajuddin, inti persoalan bermula dari lahan yang selama ini digarap petani ternyata berada dalam wilayah HGU perusahaan. Kondisi ini menimbulkan tumpang tindih klaim kepemilikan, sehingga memicu konflik antara masyarakat dengan perusahaan.

“Pendekatan untuk penyelesaian masalah tidak bisa disamakan, karena setiap konflik memiliki karakteristik yang berbeda. Saat ini, Pansus masih terus mengumpulkan informasi dari kedua belah pihak untuk menemukan solusi terbaik,” ujar Tajuddin di Lhoksukon, Rabu (24/9/2025).

DPRK Aceh Utara Kaji Opsi Penyelesaian

Tajuddin menegaskan, DPRK Aceh Utara berkomitmen menyelesaikan persoalan ini dengan mengutamakan kepentingan masyarakat tanpa mengabaikan hak hukum perusahaan. Ia juga menambahkan bahwa penyelesaian sengketa harus mempertimbangkan aspek legalitas HGU, hak-hak petani, serta kontribusi perusahaan terhadap daerah.

“Pansus tidak hanya melihat dari sisi administrasi, tetapi juga dari sisi sosial dan ekonomi masyarakat. Jangan sampai konflik berlarut-larut dan menghambat kesejahteraan rakyat,” jelasnya.

Selain itu, DPRK juga membuka ruang mediasi yang mempertemukan perusahaan dan petani agar tercapai kesepakatan bersama. Dengan cara ini, diharapkan konflik tidak berkembang menjadi masalah sosial yang lebih besar.

36 Perusahaan Pemegang HGU di Aceh Utara

Data DPRK menyebutkan, saat ini terdapat 36 perusahaan yang memiliki HGU di Aceh Utara. Sebagian perusahaan sedang dalam proses perpanjangan izin, sementara yang lain sudah habis masa berlakunya. Kondisi ini menambah kompleksitas masalah karena beberapa lahan tidak lagi dikelola secara optimal.

Pansus menilai, situasi tersebut perlu segera ditangani agar lahan HGU dapat benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat Aceh Utara. DPRK juga berencana mengusulkan evaluasi menyeluruh terhadap HGU yang tidak produktif atau tidak memberi kontribusi signifikan bagi daerah.

Harapan Petani dan Jalan Tengah

Masyarakat petani berharap DPRK mampu memperjuangkan hak mereka agar tetap bisa menggarap lahan yang selama ini menjadi sumber penghidupan. Di sisi lain, perusahaan menginginkan kepastian hukum atas izin yang mereka pegang.

“Jika semua pihak mau duduk bersama dengan hati terbuka, saya yakin solusi bisa kita temukan. Prinsipnya, rakyat tidak boleh dirugikan, dan perusahaan juga harus menjalankan kewajiban sesuai aturan,” tutup Tajuddin.

Berikan Komentar
error: Content is protected !!