RM. Nyak Omar dan Hangatnya Silaturahmi Kawan Lama di Pinggir Krueng Aceh

Lingkanews.com | Banda Aceh — Ada pertemuan yang tak sekadar menghadirkan tawa, melainkan membangkitkan kenangan lama. Begitulah suasana yang tercipta saat Isa Alima, seorang tokoh yang aktif mengamati isu sosial dan budaya Aceh, bertemu kembali dengan Saiful Bahri, kawan lamanya yang kini mengelola sebuah warung makan bernama RM. Nyak Omar.

Minggu pagi, 13 Juli 2025, Isa memenuhi undangan itu dengan langkah mantap. Bukan hanya karena lapar atau ingin bersantai, tetapi karena ajakan itu datang dari seorang sahabat yang sudah lama tak dijumpainya. RM. Nyak Omar tak sulit ditemukan. Warung ini berdiri tenang di pinggir Jalan Raya Banda Aceh – Medan, tepatnya di Gampong Meunasah Manyang Tanjong, Kecamatan Ingin Jaya. Lokasinya berada persis di depan kantor Harian Serambi Indonesia, menghadap langsung ke aliran Sungai Krueng Aceh yang jernih dan meneduhkan.

Suasana sejak awal sudah memberi kesan akrab. Saiful menyambut Isa dengan senyum lebar dan pelukan hangat. Tak ada basa-basi, mereka langsung terlibat dalam obrolan panjang yang penuh tawa, canda, dan sesekali diam karena larut dalam ingatan masa lalu. Mereka pernah melewati banyak cerita bersama—masa kuliah, diskusi hangat tentang sosial politik, bahkan momen-momen getir yang membentuk karakter mereka hari ini.

Kuliner yang Membawa Pulang Suasana Rumah

RM. Nyak Omar bukan sekadar tempat makan. Warung ini seperti rumah kedua bagi siapa saja yang datang. Saiful merancang bangunan warungnya dari bahan kayu, mengedepankan nuansa alami yang sejuk dan menenangkan. Dinding dan atapnya dibuat dari kayu pilihan, menyatu dengan hijaunya pepohonan dan beningnya sungai. Meja dan kursi yang ditata dengan rapi semakin memperkuat suasana bersahaja nan hangat.

Isa duduk di kursi kayu menghadap ke sungai. Angin sepoi-sepoi menyapu pelan wajahnya, sementara aroma gulai dan sambal dari dapur mulai menggoda indra penciuman. Saiful kemudian menyuguhkan menu andalan: ayam tangkap khas Aceh, ikan bakar, dan sayur asam. Semua disajikan dalam piring tanah liat, menambah kesan tradisional yang memikat hati.

“Yang saya rindukan bukan cuma masakannya,” ujar Isa sembari tersenyum, “tapi rasa pulang yang ditawarkan tempat ini.”

Saiful membalas dengan tawa kecil. “Saya ingin pengunjung merasa seperti di rumah sendiri. Tidak canggung, tidak tergesa. Makan santai, ngobrol hangat, dan kalau bisa, pulang dengan senyum.”

Silaturahmi dan Filosofi Bisnis yang Membumi

Selama lebih dari satu jam, percakapan mereka bergulir tanpa jeda. Di sela-sela menyantap makanan, mereka membahas soal peran warung tradisional dalam membangun silaturahmi dan memperkuat nilai sosial di tengah masyarakat. Saiful percaya bahwa warung seperti miliknya punya fungsi sosial, bukan sekadar fungsi ekonomi.

“Banyak orang datang ke sini bukan cuma untuk makan. Mereka mencari teman ngobrol, tempat melepas penat, atau sekadar duduk sambil melihat aliran sungai. Saya bersyukur bisa menyediakan itu,” ucap Saiful dengan mata berbinar.

Isa mengangguk setuju. Ia mengamati bagaimana warung seperti ini bisa menjadi pusat komunitas kecil yang hidup. Di meja sebelah, sekelompok petani duduk sambil berdiskusi tentang pupuk dan musim panen. Di sisi lain, dua orang mahasiswa sibuk menyusun tugas sambil menikmati kopi dan gorengan. Semua larut dalam suasana akrab tanpa sekat.

Cerita di Balik Nama dan Harapan ke Depan

Tak kalah menarik, Isa penasaran dengan nama “Nyak Omar”. Saiful pun menjelaskan bahwa nama itu diambil dari nama kakeknya yang sangat dihormati di kampung. Kakeknya adalah sosok yang dikenal dermawan, pandai masak, dan ramah kepada siapa saja. Warung ini adalah cara Saiful mengenang dan meneruskan nilai-nilai kebaikan sang kakek.

“Saya ingin tempat ini hidup dengan nilai yang sama: melayani dengan hati, menyambut dengan senyum, dan menyajikan dengan rasa,” jelas Saiful.

Isa menatap papan kayu bertuliskan “RM. Nyak Omar” yang tergantung di depan pintu masuk. Ada sesuatu yang tulus dan bersahaja dari cara Saiful membangun usahanya. Di tengah gempuran waralaba dan restoran cepat saji, warung seperti ini menjadi oase yang langka. Ia menawarkan lebih dari sekadar makan: kehangatan, cerita, dan silaturahmi.

Tradisi, Alam, dan Masa Depan Usaha Lokal

Setelah makan siang, Isa sempat berjalan ke belakang warung, menikmati panorama sungai dan hamparan sawah yang terbentang luas. Ia melihat beberapa pengunjung memotret pemandangan sambil tertawa bersama keluarga mereka. Anak-anak berlarian di halaman kecil, sementara orang tua duduk santai menikmati kopi.

“Tempat seperti ini harus terus didukung,” gumam Isa. “Karena mereka bukan cuma menjaga rasa, tapi juga menjaga tradisi.”

Saiful sendiri tak berhenti berinovasi. Ia berencana membuka pelatihan memasak untuk ibu-ibu sekitar, agar mereka bisa menambah penghasilan. Ia juga sedang menyiapkan menu harian yang dibuat dari bahan-bahan lokal segar, hasil kebun masyarakat sekitar. Dengan begitu, RM. Nyak Omar tak hanya menjadi pusat kuliner, tapi juga pusat pemberdayaan ekonomi lokal.

Sebelum berpisah, Isa menyempatkan menulis kesan di buku tamu warung. Ia menulis: “Terima kasih untuk rasa, suasana, dan cerita yang hidup. Semoga tempat ini menjadi ruang silaturahmi yang terus tumbuh.”

Saiful membalas dengan senyum tulus. Ia mengantar Isa sampai ke depan warung, lalu melambai hingga mobil kawan lamanya itu hilang di tikungan.

Penutup: Warung Kayu yang Menghangatkan Jiwa

Dalam dunia yang terus bergerak cepat dan serba instan, RM. Nyak Omar menawarkan sesuatu yang semakin langka: kehangatan manusia, obrolan santai, dan cita rasa yang tulus. Warung ini membuktikan bahwa usaha lokal yang jujur, sederhana, dan penuh cinta bisa bertahan, bahkan tumbuh menjadi tempat yang dirindukan banyak orang.

Kisah Isa dan Saiful bukan sekadar kisah dua sahabat yang bertemu. Ini adalah cerita tentang harapan, persahabatan, dan cinta pada budaya sendiri. Warung itu bukan hanya tempat makan. Ia adalah ruang silaturahmi. Tempat di mana orang kembali menjadi manusia: saling menyapa, mendengarkan, dan mengenang.

Dan mungkin, di tengah riuh kehidupan, itulah yang paling kita butuhkan.

Ditulis oleh: Drs. M. Isa Alima

Berikan Komentar
error: Content is protected !!