Smelter PT Lhoong Setia Mining Ancam Warga, Pemerintah Harus Bertindak
Lingkanews.com | Aceh Besar — Kekhawatiran masyarakat di Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar, semakin mencuat seiring dengan beroperasinya tungku bakar Erection Smelter milik PT. Lhoong Setia Mining. Masyarakat menyoroti dugaan penggunaan gas asam sulfida (H₂S) dalam proses produksinya—zat yang dikenal sangat beracun dan berbahaya bagi kesehatan serta lingkungan.
Warga yang bermukim di sekitar area industri menyampaikan keresahan mereka terhadap paparan gas tersebut, yang berisiko menimbulkan gangguan pernapasan, pencemaran air tanah, serta kerusakan lingkungan jangka panjang.
Jonizar: “Ini Bukan Sekadar Dugaan, Ini Ancaman Nyata!”
Pada Kamis, 17 Juli 2025, suara kritis datang dari Jonizar, tokoh muda asal Lhoong. Ia pernah menjabat sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Aceh Besar (HIMAB) dan Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Lhoong (IPPEMAL). Tak hanya aktif dalam gerakan mahasiswa, Jonizar juga memiliki pengalaman empat tahun bekerja di industri pertambangan, yang membuat pandangannya cukup kredibel.
“Saya tahu seperti apa kerja tambang dari dalam. Ketika H₂S digunakan tanpa standar keselamatan tinggi, maka bukan hanya pekerja yang terancam—tetapi seluruh masyarakat yang tinggal di radius sekitar,” tegasnya.
Ia mengungkapkan bahwa industri tambang wajib memiliki sistem sensor gas, ventilasi berskala industri, serta sistem pelindung khusus untuk meminimalkan risiko. Namun, di lokasi milik PT. Lhoong Setia Mining, ia tidak melihat upaya semacam itu.
“Pabrik beroperasi dekat dengan permukiman, tanpa terlihat protokol keselamatan lingkungan yang transparan. Ini seperti bom waktu,” imbuhnya prihatin.
Dorongan Aksi Nyata: Tim Pengawasan Harus Dibentuk
Jonizar menilai bahwa tindakan paling mendesak saat ini adalah pembentukan tim pengawasan independen yang melibatkan akademisi, LSM lingkungan, tokoh masyarakat, serta pemerintah daerah. Ia mendesak Gubernur Aceh Muzakir Manaf dan Bupati Aceh Besar Muharram Idris untuk bertindak cepat.
Menurutnya, laporan teknis dari perusahaan tidak cukup. Harus ada investigasi langsung di lapangan dengan melibatkan pihak luar agar hasilnya objektif.
“Kita tidak bisa biarkan warga jadi bahan percobaan. Kalau pemerintah lalai, maka kami akan mobilisasi masyarakat dan mahasiswa untuk turun ke lapangan,” ujar Jonizar.
Ia juga mengajak mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi untuk mengambil peran dalam isu ini. Bagi Jonizar, suara mahasiswa tidak pernah kehilangan kekuatan moral, terutama ketika menyangkut keselamatan rakyat.
Warga Siap Tempuh Jalur Hukum
Di sisi lain, keresahan warga terus meningkat. Mereka mulai mengumpulkan bukti visual, video, dan testimoni untuk disampaikan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Jakarta. Upaya ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap kurangnya transparansi serta minimnya pengawasan dari pemerintah daerah.
Seorang tokoh masyarakat, yang enggan disebutkan namanya, mengungkapkan bahwa warga telah membentuk tim advokasi. Mereka siap menempuh jalur hukum jika tidak ada langkah konkret dari pemerintah.
“Kami tidak anti investasi, tetapi investasi yang membunuh perlahan harus dihentikan,” tegasnya.
Warga juga menuntut dilakukan uji laboratorium lingkungan secara independen, khususnya terhadap udara, air, dan tanah sekitar lokasi pabrik.
Ancaman Nyata Bagi Generasi Mendatang
Jonizar menegaskan bahwa dampak gas H₂S bersifat akumulatif dan tidak terlihat secara instan. Ia mengingatkan bahwa anak-anak yang tumbuh di wilayah terdampak bisa menjadi korban jangka panjang akibat pencemaran udara dan air.
“Ini bukan tentang sekarang saja. Kalau hari ini kita diam, maka kita akan menyaksikan anak-anak kita tumbuh dalam lingkungan yang sakit,” tegasnya.
Ia juga mengimbau seluruh pemangku kepentingan di Aceh untuk menjadikan Lhoong sebagai peringatan dini. “Jangan tunggu satu kampung jadi sunyi baru kita bertindak,” pungkasnya dengan nada serius.