Darwati Apresiasi Polda Aceh Bongkar Kasus TPPO Internasional Libatkan Korban Anak

Lingkanews.com | Banda Aceh Anggota DPD RI asal Aceh, Darwati A. Gani, mengapresiasi keberhasilan Polda Aceh dalam membongkar jaringan perdagangan orang lintas negara yang melibatkan korban di bawah umur. Ia menyebut langkah tegas tersebut sebagai wujud nyata komitmen aparat dalam melindungi kelompok rentan, khususnya perempuan dan anak.

“Saya menilai kinerja Polda Aceh sangat efektif, terutama dalam menangani kasus TPPO yang melibatkan jaringan internasional dan korban anak. Ini bukti bahwa negara hadir dalam menegakkan keadilan dan melindungi warganya,” ujar Darwati saat ditemui di Banda Aceh, Senin, 23 Juni 2025.

Menurutnya, penanganan kasus perdagangan orang harus menjadi prioritas karena menyangkut martabat manusia dan integritas hukum. Ia juga menyatakan bahwa kejahatan ini sering kali menyasar kelompok miskin dan kurang pendidikan dengan modus yang tersamar.

Pelaku Diamankan Saat Akan Kabur ke Malaysia

Kasus TPPO ini mencuat setelah polisi menangkap seorang pria berinisial RH (55), warga Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe. Petugas menangkapnya di Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru, saat RH hendak terbang menuju Malaysia.

RH diduga menjual seorang remaja putri berinisial PAF (16), asal Aceh Besar, kepada jaringan pelaku di Malaysia. Polisi menyebut korban telah dijadikan pekerja seks komersial sejak Desember 2024. Kasus ini menjadi perhatian karena tidak hanya lintas provinsi, tetapi juga lintas negara.

Saat ini, penyidik menahan RH di Polresta Banda Aceh dan terus mengembangkan kasusnya. Polda Aceh mendalami kemungkinan adanya pelaku lain yang terlibat, termasuk pihak yang merekrut dan mengatur dokumen perjalanan korban.

Kabid Humas Polda Aceh sebelumnya menyatakan bahwa aparat berkomitmen menindak tegas setiap pelaku TPPO, terlebih jika menyasar anak di bawah umur.

TPPO Mengancam Masa Depan Generasi Muda

Darwati menyoroti bahwa TPPO adalah bentuk kejahatan terorganisir yang merampas masa depan generasi muda. Ia menilai perdagangan orang tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga menimbulkan trauma jangka panjang bagi korban.

“Korban TPPO sering mengalami kekerasan fisik dan psikis, serta sulit kembali ke kehidupan normal. Negara harus hadir sejak pencegahan hingga pemulihan,” tegasnya.

Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menunjukkan bahwa jumlah kasus TPPO nasional meningkat signifikan dalam tiga tahun terakhir. Sebagian besar korban adalah perempuan dan anak yang dijanjikan pekerjaan di luar negeri dengan imbalan tinggi, padahal akhirnya dieksploitasi secara seksual atau tenaga kerja paksa.

Pentingnya Sinergi Pemerintah dan Masyarakat

Lebih lanjut, Darwati mengajak seluruh elemen masyarakat untuk aktif mencegah TPPO. Ia menekankan bahwa peran keluarga, tokoh masyarakat, dan pemerintah desa sangat penting untuk mendeteksi dini potensi perdagangan orang.

“Jika masyarakat melihat atau mencurigai tawaran kerja mencurigakan, penggunaan dokumen perjalanan yang tidak wajar, atau aktivitas perekrutan dengan janji manis, segera laporkan ke polisi atau dinas terkait,” pesannya.

Ia juga mendorong pemerintah daerah agar menggencarkan edukasi tentang bahaya TPPO, terutama di daerah kantong-kantong migrasi dan komunitas ekonomi lemah. Edukasi tersebut harus menyasar sekolah, pesantren, dan kelompok pemuda agar peka terhadap modus perdagangan orang.

“Kita tidak boleh lengah. Pencegahan harus dimulai dari desa, dari keluarga. Jangan biarkan anak-anak kita menjadi korban karena kurangnya informasi atau pengawasan,” katanya.

Sebagai senator yang dikenal aktif memperjuangkan isu perempuan dan anak, Darwati menyatakan akan terus mendorong pembahasan regulasi dan pengawasan terhadap jalur-jalur migrasi tenaga kerja di tingkat nasional.

Penanganan Korban Harus Berbasis Pemulihan

Darwati juga mengingatkan agar pemerintah tidak hanya fokus pada penindakan, tetapi juga memprioritaskan pemulihan korban. Ia mendorong adanya pendampingan psikologis, bantuan hukum, dan rehabilitasi sosial bagi korban TPPO.

“Korban harus dipulihkan secara utuh, bukan disalahkan atau ditinggalkan. Kita perlu memastikan mereka bisa kembali ke masyarakat dengan rasa aman dan bermartabat,” tandasnya.

Dengan pengungkapan kasus ini, Polda Aceh dinilai berhasil mengangkat kembali pentingnya kesadaran kolektif terhadap bahaya perdagangan manusia. Darwati berharap penegakan hukum yang tegas dapat memberikan efek jera dan mencegah kasus serupa di masa mendatang.

Berikan Komentar