Aipda Rosita Rahayu, Sosok Polwan dalam Misi Perdamaian Aceh
Lingkanews.com | Banda Aceh — Perjanjian damai antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005 di Helsinki menjadi babak baru perjalanan sejarah Aceh. Kesepakatan itu menandai berakhirnya konflik panjang yang berlangsung lebih dari tiga dekade dan membuka jalan bagi masyarakat untuk kembali menata hidup.
Namun, menjaga perdamaian tidak hanya bergantung pada dokumen resmi. Perdamaian membutuhkan sosok-sosok yang rela hadir di tengah masyarakat, menghapus rasa curiga, dan menjembatani hubungan antara negara dan rakyat. Salah satu sosok itu adalah Aipda Rosita Rahayu, satu-satunya polisi wanita (Polwan) dari Polda Aceh yang dipercaya bergabung dalam Aceh Monitoring Mission (AMM), sebuah misi internasional yang bertugas memantau pelaksanaan MoU Helsinki.
Tugas di Tengah Bayang-Bayang Konflik
Rosita yang saat itu masih berpangkat Brigadir Dua (Bripda) bertugas di bidang Intelkam. Ia ditugaskan di daerah rawan seperti Pidie, Lhokseumawe, dan Aceh Timur. Hampir setiap hari ia masuk ke desa-desa, berdialog dengan masyarakat, mendengar aspirasi, dan memastikan perjanjian damai berjalan sesuai butir kesepakatan.
Ia mengakui bahwa rasa takut sempat menghantui, tetapi ia memilih menyingkirkan rasa itu demi masa depan Aceh. “Waktu itu, rasa takut kami kubur dalam-dalam. Yang penting Aceh damai, masyarakat aman,” kenangnya. Dengan tekad itu, ia mampu bertugas di lapangan dengan penuh semangat meskipun risiko selalu mengintai.
Polwan Humanis di Garis Depan
Rosita bekerja di bawah pimpinan Kombes Pol. Arief Wicaksono—kini Ketua Harian Kompolnas—dan Iptu Muhayat Effendi yang sekarang menjabat Wakapolres Aceh Utara. Ia menilai tugas tersebut bukan sekadar kewajiban institusi, tetapi juga panggilan kemanusiaan. Ia percaya bahwa masyarakat membutuhkan pendekatan yang lembut, penuh empati, dan humanis.
Sebagai satu-satunya Polwan di tim, Rosita memainkan peran unik. Ia tidak hanya melakukan pemantauan keamanan, tetapi juga menjadi jembatan yang memperkuat kembali rasa percaya masyarakat terhadap negara. Dengan cara sederhana, ia mengajak bicara, mendengarkan, dan merangkul masyarakat, khususnya perempuan dan anak-anak yang masih menyimpan trauma konflik. Kehadirannya membuat masyarakat lebih terbuka menerima proses damai.
Pengabdian yang Tidak Pernah Pudar
Dua puluh tahun berlalu, Rosita tetap setia mengabdi sebagai anggota Polri. Kini ia bertugas di Bidang Humas Polda Aceh. Ia masih membawa semangat yang sama, yakni menjembatani masyarakat dengan institusi Polri melalui komunikasi yang transparan dan membangun. Dengan caranya, ia tetap berperan menjaga kepercayaan publik terhadap aparat kepolisian.
Pada Selasa, 23 September 2025, Kompolnas memberikan penghargaan kepada Rosita di Aula Machdum Sakti Polda Aceh. Ketua Harian Kompolnas, Drs. Arief Wicaksono, menyerahkan piagam penghargaan itu secara langsung. Apresiasi tersebut menjadi pengakuan atas dedikasi Rosita dalam mendukung implementasi MoU Helsinki dan menjaga keberlangsungan perdamaian Aceh.
Apresiasi untuk Penjaga Perdamaian
Selain Rosita, Kompolnas juga memberikan penghargaan kepada Kompol Muhayat Effendie, AKP Maijoni, dan AKP Aziz. Dari unsur sipil, penghargaan diterima oleh Ir. Muklis dan Fatma Baiduri yang mewakili Pemerintah Aceh. Mereka semua berperan dalam memperkuat implementasi perjanjian damai.
Apresiasi itu menegaskan bahwa perdamaian hanya bisa bertahan jika banyak pihak mau bekerja sama. Rosita membuktikan bahwa seorang Polwan mampu mengambil peran strategis dalam situasi kritis. Ia mengajarkan bahwa kekuatan tidak selalu berasal dari senjata, melainkan dari keteguhan hati, keberanian mendengar, dan ketulusan untuk merangkul masyarakat.
Warisan Inspiratif untuk Generasi Muda
Kisah Rosita menjadi warisan berharga bagi generasi muda Aceh. Ia menunjukkan bahwa menjaga perdamaian memerlukan kerja nyata, bukan sekadar wacana. Ia hadir di tengah masyarakat dengan wajah humanis, membawa keyakinan bahwa damai adalah pilihan yang paling mulia.
Kini, Aceh terus melangkah maju dengan optimisme. Namun, perjalanan damai tetap membutuhkan penjaga yang setia. Rosita Rahayu telah memberi teladan bahwa seorang Polwan bisa menjadi agen perubahan, penjaga harmoni, dan simbol keberanian yang lahir dari hati.