Satu Suara untuk Otsus Aceh: Jangan Biarkan Gubernur Mualem Berjuang Sendiri
Oleh : Drs. Isa Alima
Ketua PBN, ASWIN Aceh dan Pemerhati Sosial, Budaya, dan Kepentingan Aceh
BANDA ACEH — Ketika Gubernur Aceh H. Muzakir Manaf (Mualem) menyuarakan komitmennya memperjuangkan Dana Otonomi Khusus (Otsus) agar diperpanjang secara permanen, ia tidak sekadar menyampaikan kebijakan. Ia menyampaikan kegelisahan kolektif. Panggilan ini seharusnya tidak dijawab dengan diam, tapi dengan satu gerakan bersama. Aceh harus bersuara dalam satu barisan.
Lebih dari dua dekade, Dana Otsus telah menopang berbagai sektor kehidupan di Aceh. Infrastruktur tumbuh, layanan pendidikan dan kesehatan meningkat, ekonomi lokal tumbuh secara perlahan, dan pemerintahan daerah menemukan ritmenya. Namun ancaman besar sedang mengintai. Bila Dana Otsus tidak diperpanjang, maka mulai 2027, Aceh bisa kehilangan sumber utama dukungan fiskalnya. Itu bukan sekadar angka dalam APBA, melainkan ancaman nyata bagi pelayanan publik dan masa depan generasi penerus.
Dana Otsus: Napas Pembangunan Aceh yang Terancam Padam
Dana Otsus bukanlah hadiah. Itu adalah hasil dari perjuangan panjang dan kesepakatan damai yang dituangkan dalam MoU Helsinki dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA). Oleh karena itu, memperjuangkannya agar tetap berlanjut merupakan kewajiban moral dan politik.
Tanpa keberlanjutan dana ini, Aceh bisa tergelincir mundur. Sekolah-sekolah yang kini terus dibangun akan terbengkalai. Puskesmas yang dibangun di desa-desa bisa kekurangan fasilitas. Program pemberdayaan perempuan, UMKM, dan pembangunan desa yang selama ini disokong Otsus akan kehilangan tenaga.
Kita harus memahami bahwa memperjuangkan Dana Otsus bukan hanya soal nominal anggaran. Ini menyangkut keberlanjutan perdamaian, stabilitas sosial, dan keadilan dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu, pemerintah pusat juga harus mendengar, memahami, dan bertindak.
Persatuan Politik Aceh: Satu Suara Lebih Nyaring dari Seribu Bisik
Mualem tidak bisa berjuang sendirian. Ia membutuhkan dukungan dari seluruh elemen kepemimpinan Aceh. Para bupati dan wali kota, DPRA, DPRK, serta anggota DPR RI dan DPD asal Aceh harus ikut menyuarakan hal yang sama. Tanpa sinergi, perjuangan ini akan lemah dan mudah diabaikan oleh pusat.
Bersatu tidak berarti sepakat dalam semua hal. Tetapi dalam isu strategis seperti Otsus, suara politik Aceh harus terdengar bulat. Selama ini, fragmentasi politik membuat aspirasi kita terdengar seperti bisikan. Kini saatnya bersuara bersama, lantang dan berani.
Kita tahu, membangun komunikasi dengan pemerintah pusat tidaklah mudah. Namun kita tidak boleh menyerah. Kita tidak sedang meminta keistimewaan baru, melainkan menuntut keberlanjutan dari komitmen yang sudah ada. Jika suara kita solid, pusat akan mendengar.
Lebih dari itu, elite politik Aceh juga perlu meninggalkan kepentingan jangka pendek. Jangan ada yang mencoba mengalihkan isu ini demi agenda sempit. Perjuangan ini jauh lebih besar daripada sekadar periode jabatan atau nama partai. Ini tentang rakyat Aceh.
Otsus Adalah Masa Depan Anak-Anak Aceh
Setiap rupiah Dana Otsus yang digunakan secara tepat sasaran, sesungguhnya memberi harapan baru bagi anak-anak Aceh. Mereka bisa bersekolah dengan layak, bisa mengakses layanan kesehatan dasar, dan bisa tumbuh dalam lingkungan yang lebih beradab.
Oleh karena itu, perdebatan tentang Otsus tidak boleh terjebak dalam teknokrasi. Ini bukan sekadar soal efisiensi anggaran. Ini soal masa depan manusia. Ketika kita bicara Otsus, kita sedang bicara tentang pembangunan manusia Aceh secara menyeluruh.
Saya ingin mengajak seluruh lapisan masyarakat, termasuk tokoh agama, akademisi, dan aktivis sipil, untuk ikut terlibat dalam pengawalan isu ini. Kita tidak boleh membiarkan isu Otsus hanya menjadi konsumsi elite politik. Rakyat harus terlibat, bersuara, dan mendesak.
Dalam sejarahnya, Aceh selalu bersatu dalam hal yang menyangkut marwah dan masa depan. Kita pernah bangkit dari konflik, tsunami, dan berbagai krisis. Kini saatnya kita bangkit lagi, bukan karena bencana, tapi karena semangat menjaga hak-hak kita.
Saya menulis ini bukan hanya sebagai Ketua PBN dan ASWIN, tetapi juga sebagai warga yang mencintai Aceh. Saya menyaksikan langsung bagaimana Dana Otsus mengubah wajah kampung saya. Jalan dibangun, sekolah direnovasi, dan listrik menjangkau tempat yang dulu gelap gulita.
Namun saya juga menyaksikan bagaimana kebijakan pusat sering mengabaikan dinamika daerah. Jika kita tidak bersatu sekarang, maka bisa jadi anak-anak kita tidak akan menikmati hak yang sama. Jangan biarkan Mualem sendiri. Mari kita bergerak bersama.
Dialog harus tetap terbuka. Hubungan baik dengan pemerintah pusat harus terus dibina. Tetapi suara dari Aceh harus kuat. Kita tidak mengancam, kita meminta. Kita tidak memaksa, kita menyampaikan kebutuhan. Inilah cara Aceh berbicara: dengan hormat, tapi dengan prinsip.
Mari kita ingat, Dana Otsus bukan milik pejabat, bukan milik partai. Itu milik rakyat Aceh. Dan rakyat berhak mendapat jaminan bahwa pembangunan di tanah ini tidak akan berhenti.
Satu suara, satu langkah, satu masa depan. Mari perjuangkan Dana Otsus Aceh menjadi permanen.