Tumbuhkan Akhlak Sebelum Ilmu: Spirit Pendidikan Nabi

Dalam dunia yang bergerak serba cepat, orang tua dan guru kerap mendorong anak untuk cepat pintar, cepat bisa, dan cepat hafal. Mereka menargetkan hafalan doa, ayat Al-Qur’an, serta berbagai istilah agama sejak anak duduk di bangku TK. Namun, tak sedikit yang lupa bahwa fondasi dari semua ilmu adalah akhlak.

Padahal, Rasulullah ﷺ dan para ulama besar telah menunjukkan bahwa pendidikan sejati selalu berawal dari pembinaan adab. Anak yang berilmu tapi tidak berakhlak akan tumbuh menjadi pribadi yang kaku, dingin, dan sulit menerima nasihat. Sebaliknya, anak yang menjunjung adab sejak dini akan tumbuh sebagai pribadi yang lembut, bijak, dan siap menerima ilmu dengan kerendahan hati.

Misi Utama Rasulullah: Menyempurnakan Akhlak

Allah SWT tidak mengutus Rasulullah ﷺ semata-mata untuk mengajarkan hukum-hukum agama. Beliau datang untuk membawa cahaya akhlak kepada umat manusia. Hal itu ditegaskan sendiri oleh Nabi ﷺ dalam sabdanya:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
(HR. Ahmad dan Al-Bukhari dalam Adabul Mufrad)

Kalimat ini menegaskan bahwa akhlak bukan tambahan pelengkap dalam agama, tetapi merupakan jantung dari seluruh ajaran Islam. Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa ilmu tanpa akhlak bagaikan tubuh tanpa jiwa.

Adab di Atas Ilmu: Perintah Ulama Sejak Dulu

Para ulama besar sepanjang sejarah selalu mengajarkan bahwa sebelum seorang murid belajar ilmu, ia harus belajar adab terlebih dahulu. Imam Malik rahimahullah, guru dari Imam Syafi’i, berkata kepada para muridnya:

تَعَلَّمْنَا الْأَدَبَ قَبْلَ أَنْ نَتَعَلَّمَ الْعِلْمَ
“Kami belajar adab sebelum kami belajar ilmu.”

Imam Abdullah bin Al-Mubarak juga berkata:

نَحْنُ إِلَى قَلِيلٍ مِنَ الأَدَبِ، أَحْوَجُ مِنَّا إِلَى كَثِيرٍ مِنَ الْعِلْمِ
“Kita lebih butuh pada sedikit adab daripada banyak ilmu.”

Pernyataan ini sangat tegas. Ulama tidak menolak ilmu. Namun, mereka mengingatkan bahwa ilmu hanya akan berbuah manis jika tertanam dalam tanah yang subur: akhlak mulia.

Anak Belajar dengan Meniru, Bukan Mendengar

Setiap hari, anak menyerap banyak hal bukan dari ceramah atau perintah, melainkan dari perilaku orang dewasa di sekitarnya. Saat mereka melihat ayah menepati janji, mereka belajar tentang kejujuran. Ketika ibu meminta maaf setelah marah, mereka belajar tentang kerendahan hati.

Begitu pula di sekolah. Seorang guru yang sabar saat menjelaskan pelajaran membentuk siswa yang juga sabar ketika belajar. Guru yang bersikap adil dalam memberi nilai menumbuhkan rasa percaya bahwa kejujuran layak diperjuangkan. Semua itu menunjukkan bahwa anak-anak menyerap nilai bukan dari lisan, tapi dari laku hidup orang tua dan guru.

Rasulullah ﷺ Memberi Contoh, Bukan Sekadar Perintah

Dalam banyak kesempatan, Rasulullah ﷺ menunjukkan cara mendidik akhlak dengan kasih sayang. Suatu hari, seorang anak makan dengan cara yang tidak benar. Rasulullah ﷺ tidak marah atau mempermalukannya di depan umum. Beliau justru menegur dengan lembut:

يَا غُلَامُ، سَمِّ اللَّهَ، وَكُلْ بِيَمِينِكَ، وَكُلْ مِمَّا يَلِيكَ
“Wahai anak, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari yang dekat denganmu.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan satu kalimat, beliau mengajarkan tiga adab sekaligus—tanpa bentakan, tanpa celaan. Itulah metode terbaik dalam pendidikan: penuh kasih, penuh makna.

Akhlak yang Baik Membuka Pintu Ilmu yang Benar

Ilmu akan bermanfaat ketika seseorang menggunakannya dengan niat baik dan akhlak yang luhur. Tanpa akhlak, ilmu berubah menjadi alat untuk menyombongkan diri atau bahkan menyakiti orang lain. Karena itu, Allah SWT berfirman:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.”
(QS. Fathir: 28)

Ayat ini menjelaskan bahwa rasa takut kepada Allah lahir dari ilmu yang dibingkai dengan akhlak. Anak yang tumbuh dengan budi pekerti akan menghargai ilmu, bukan menjadikannya senjata untuk merasa lebih dari orang lain.

Masa Kecil: Waktu Terbaik Menanam Adab

Masa kanak-kanak ibarat tanah yang gembur dan siap ditanami. Jika orang tua dan guru menanam benih akhlak sejak dini, maka benih itu akan tumbuh menjadi pohon kepribadian yang kokoh. Anak yang sejak kecil terbiasa berkata jujur, meminta izin, dan menghargai orang lain akan membawa nilai-nilai itu hingga dewasa.

Oleh karena itu, jangan tunggu anak “cukup umur” untuk belajar adab. Justru, sejak mereka mulai bisa berbicara dan bersosialisasi, orang tua dan guru harus mulai menanamkan nilai-nilai sederhana: sabar saat antre, tidak menyela pembicaraan, memberi salam, hingga merapikan barang milik sendiri.

Ilmu Tanpa Adab Tak Akan Bertahan

Banyak orang hafal Al-Qur’an, tetapi mudah marah dan suka memotong pembicaraan. Ada yang rajin hadir di majelis taklim, tetapi tidak pernah tersenyum kepada tetangga. Semua itu menandakan adanya ketimpangan antara ilmu dan akhlak.

Pendidikan Islam menuntut keseimbangan. Rasulullah ﷺ selalu mencontohkan hal itu dalam dakwahnya. Beliau menjadi orang pertama yang menolong yang miskin, memaafkan yang bersalah, dan memuliakan yang lemah—bahkan sebelum menyampaikan ayat-ayat dari Allah SWT.

Rumah dan Sekolah Harus Berjalan Seirama

Keharmonisan antara pendidikan di rumah dan di sekolah sangat menentukan keberhasilan pembentukan akhlak anak. Jika guru mengajarkan kesopanan, tetapi di rumah anak melihat ayah membentak atau ibu mengumpat, maka nilai itu akan gugur.

Komunikasi antara guru dan orang tua menjadi jembatan penting. Orang tua bisa bercerita tentang sikap anak di rumah, sementara guru bisa berbagi perilaku anak di sekolah. Dari situ, keduanya menyusun pendekatan bersama yang lebih efektif dan berkesinambungan.

Kesimpulan: Akhlak Adalah Pondasi, Ilmu Adalah Bangunan

Kita ibarat sedang membangun rumah jiwa bagi anak-anak. Jika akhlak menjadi pondasi, maka ilmu menjadi bangunannya. Tanpa pondasi yang kuat, bangunan akan mudah runtuh, meskipun tampak megah. Namun, dengan akhlak sebagai dasar, semua ilmu yang dipelajari anak akan berdiri kokoh dan memberi manfaat.

Mari kita mulai dari hal yang paling sederhana: ajarkan anak menyapa dengan senyum, merespons dengan sopan, dan bersyukur atas hal kecil. Itulah langkah awal yang membawa mereka ke jalan ilmu yang penuh berkah dan cahaya.

Berikan Komentar
error: Content is protected !!